Langkah Bupati Garut yang Melarang Kegiatan Ahmadiyah Sudah Sesuai Pancasila dan UUD

Jabarnews.id: – Dengan keputusannya untuk melarang kegiatan dan peribadatan Jemaat enuai berbagai kecaman dan protes, Bupati Garut Rudy Gunawan tetap yakin Ahmadiyah Indonesia (JAI) melalui Surat Edaran Bupati yang beliau terbitkan Kamis lalu, 6 Mei 2021.

Surat itu pun secara khusus menghentikan pembangunan tempat ibadah JAI di Kampung Nyalindung, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut karena tempat tersebut pastinya ditujukan tidak lain untuk penyelenggaraan kegiatan dan ibadah JAI yang terlarang.

Di samping jemaat Ahmadiyah Nyalindung, beberapa lembaga lain melayangkan protes, salah satunya yaitu Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Menurut mereka, tindakan Bupati Garut tersebut bertentangan dengan Pancasila, UUD

1945 Pasal 28 E, Pasal 29 ayat (2), SKB No. 3 Tahun 2008 dan No. 199 Tahun 2008 serta Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 2006. Benarkah demikian?

Bila kita kaji dengan saksama, tindakan Bupati Garut yang berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 12 Tahun 2011 ini pun sejalan dengan Pasal 1 UU PNPS No. 1 Tahun 1965 yang berbunyi:

“Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu”.

Dalam Islam, penafsiran wahyu perlu mengikuti otoritas agama, yakni ulama yang benar karena mereka adalah pewaris pemahaman dari para nabi sehingga hanya merekalah yang

berhak untuk menentukan makna al-Qur’an dan hadits serta menyepakati kebenaran di dalamnya. Iman terhadap Nabi Muhammad Saw. sebagai penutup kenabian menempati hal yang pokok dan telah disepakati oleh seluruh otoritas keilmuan Islam. Merujuk kepada fatwa MUI, maka sesiapa yang mengingkarinya adalah termasuk sesat dan menyesatkan.

Sedangkan JAI beranggapan bahwa dalam al-Qur’an terdapat ayat yang menyatakan akan adanya nabi yang diutus setelah Nabi Muhammad Saw. Artinya, JAI telah melakukan penafsiran yang menyelisihi perkara pokok dan kesepakatan ulama. Dengan mengaku Islam, melaksanakan kegiatan-kegiatan ibadah yang menyerupai Islam, tetapi menafikan keutamaan Nabi Muhammad Saw. sebagai penutup para nabi dan melestarikan serta menyebarkan tafsir menyimpang, maka mereka telah menistakan Islam dan sesuai Undangundang di atas, kegiatan serta peribadatan mereka sudah semestinya dilarang.

Adapun dakwaan KontraS tentang tidak adanya pelarangan perihal peribadatan dan kegiatan JAI dalam SKB No. 3 Tahun 2008 dan No. 199 Tahun 2008 juga keliru. Diktum kesatu dalam SKB tersebut sudah memuat penjelasan yang gamblang tentang larangan kegiatan dan peribadatan JAI, baik di tempat umum maupun di tempat khusus seperti bangunan rumah ibadat dan bangunan lainnya. Diktum-diktum yang ada, terutama kesatu, kedua dan ketiga dalam SKB tersebut adalah uraian dari UU PNPS No. 1 Tahun 1965.

UUD 1945 Pasal 28 E dan Pasal 29 ayat (2) yang intinya tentang kebebasan seseorang dalam beragama dan beribadat menurut agamanya yang dijadikan landasan argumen oleh KontraS dalam konteks ini tidaklah tepat karena pasal tersebut dibatasi oleh Pasal 28 J, UU No. 39 Tahun 1999: Pasal 70 dan 73 serta UU No. 12 Tahun 2005: Pasal 18 ayat (3) yang menyatakan bahwa kebebasan seseorang dibatasi oleh ketentuan hukum atau undangundang demi menjamin pengakuan serta penghormatan hak dan kebebasan orang lain, juga untuk melindungi keamanan dan ketertiban umum.

Sementara itu, aliran menyimpang semacam Ahmadiyah sangat meresahkan warga Muslim dan berpotensi besar menimbulkan konflik horisontal dalam masyarakat. Selain itu, mereka juga telah melanggar hak otoritatif ulama untuk diikuti pendapat serta hasil

kesepakatannya. JAI telah melakukan penafsiran wahyu atau menganut dan menyiarkan penafsiran menyimpang. Hak berarti sesuatu yang dibenarkan untuk diamalkan. Maka, penodaan agama, melangkahi otoritas ulama yang sah serta membuat resah warga bukanlah merupakan hak, melainkan suatu bentuk kebatilan atau tindak kejahatan yang harus diperingatkan, dilarang dan diberi sanksi tegas jika terus melanggar.Istilah hak dan kebebasan yang dianut dan diusung oleh KontraS cenderung liberal. Padahal,

Baca Juga: Viral Foto Jamaah Shalat Idul Fitri Membludak Ke Jalan, Ini Tanggapan Pemkot Bekasi

Indonesia bukanlah negara penganut liberalisme yang mana paham tersebut menurut Edmund Fawcett memiliki empat gagasan, di antaranya: (1) Menuntut siapapun untuk menghormati tujuan hidup, pandangan dan kepercayaan orang lain; (2) Konfik adalah keniscayaan dan merupakan sesuatu yang baik; (3) Kekuasaan manusia atas manusia lain mesti senantiasa dicurigai dan ditentang; (4) Segala sesuatu harus senantiasa berubah dan karenanya tidak ada kebenaran mutlak.

Terkait gagasan yang pertama, Indonesia adalah negara Pancasila yang menjunjung agama. Oleh karenanya, penistaan agama tidaklah dibenarkan atas nama kebebasan. Pandangan yang keliru mestilah diluruskan, bukan dihormati. Kedua, negara ini berfungsi sebagai pengendali sosial yang menjaga kerukunan, ketenteraman, ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat. Maka dari itu, konflik adalah keburukan yang perlu dihindari. Ketiga, otoritas agama atau keilmuan dan negara mestilah dipatuhi selama mengajak kepada kebenaran dan mencegah keburukan. Keempat, dalam Islam terdapat hal-hal yang dinamis dan relatif menyesuaikan tempat serta perkembangan zaman atau konteks sosial, tetapi ada pula halhal yang tetap dan mutlak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun.

Berdasarkan yang telah dipaparkan di atas, sepatutnya JAI hormat, tunduk dan patuh terhadap pemerintah serta otoritas agama yang benar agar tercipta kerukunan, keamanan, ketenteraman, ketertiban dan kedamaian. Bersikeras untuk tetap mengamalkan dan menyebarkan ajaran Ahmadiyah ataupun mendukungnya serta memaksakan paham liberal justru bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan aturan lainnya. (Muhamad Ridwan)

Admin
Author: Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed