JABARNEWS.id — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Hasyim Asy’ari dari jabatannya sebagai ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum pada Rabu (3/7/2024). Putusan itu membawa angin segar bagi pengungkapan kasus-kasus dugaan tindakan asusila, termasuk kekerasan seksual, oleh pejabat publik.
Putusan DKPP terhadap kasus dugaan pelanggaran etik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dibacakan oleh Ketua merangkap anggota DKPP, Heddy Lugito, serta anggota DKPP, J Kristiadi, Ratna Dewi Pettalolo, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Muhammad Tio Aliansyah, dalam sidang di Kantor DKPP, Jakarta Pusat.
DKPP menilai, Hasyim terbukti bersalah melakukan pelanggaran etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu setelah melakukan tindakan asusila kepada korban berinisial CAT, anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
Perkara dugaan tindakan asusila ini bermula dari laporan Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) ke DKPP pada pertengahan April lalu. LKBH FHUI melaporkan Hasyim karena diduga telah melakukan tindak asusila terhadap CAT, seorang petugas PPLN Den Haag.
Dalam putusan DKPP Nomor 90-PKE-DKPP/V/2024 dijelaskan, CAT mengenal Hasyim Asy’ari setelah bertemu dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) yang dilaksanakan di Bali pada 30 Juli 2023. Pada saat acara jalan pagi di Bali, Hasyim melakukan pendekatan kepada CAT dan meminta korban untuk mengirimkan pesan Whatsapp.
Sejak saat itu, Hasyim sering merayu CAT agar ia mau membina hubungan asmara dengan Hasyim. Korban CAT telah berkali-kali menolak ajakan Hasyim karena mengetahui bahwa Hasyim telah memiliki istri dan tiga orang anak.
Proses pendekatan dan rayuan dari Hasyim sering kali dilakukan secara terang-terangan di hadapan publik dalam acara-acara yang sifatnya kedinasan sehingga membuat korban merasa risih dan tidak nyaman.
Pada 3-7 Oktober 2023, Hasyim melawat ke Belanda dalam rangka kunjungan dinas. Pada saat bersamaan, Hasyim memanfaatkan kunjungan dinas tersebut untuk membujuk rayu korban agar mau menjalin hubungan romantis dengannya.
Selama melakukan kunjungan kerja tersebut, Hasyim berulang kali mendesak CAT untuk pergi bersama. Dengan jabatan yang dimiliki oleh Hasyim sebagai Ketua KPU, sedangkan korban merupakan bagian dari jajaran penyelenggara pemilu yang merupakan bawahan atau ”anak buah” dari Hasyim, korban akhirnya merasa segan untuk menolak permintaan Hasyim. Puncaknya, Hasyim memaksa CAT untuk melakukan hubungan badan.
Dalam sidang pemeriksaan, terungkap fakta bahwa benar Hasyim menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi mengantar dan menjemput CAT di luar tugas kedinasan pada saat korban berada di Jakarta. Hasyim juga terbukti memfasilitasi CAT dengan tiket pesawat pulang pergi Jakarta-Singapura dengan total biaya sebesar Rp 8,69 juta.
Selain itu, Hasyim juga memfasilitasi penginapan CAT di Apartemen Oakwood Suites Kuningan dengan total biaya Rp 48,71 juta, tiket pesawat Jakarta-Belanda sebanyak tiga kali dengan total biaya sebesar Rp 100 juta, dan membelikan layar monitor untuk CAT seharga Rp 5,4 juta.
Janji menikahi korban
Pada Januari 2024, Hasyim membuat surat pernyataan yang ditulis tangan dan ditandatangani sendiri olehnya. Pada surat itu dibubuhkan meterai Rp 10.000. Isinya, menyatakan bahwa Hasyim akan menunjukkan komitmen serius untuk menikahi korban, termasuk menyatakan untuk menjadi ”imam” bagi CAT.
Selain itu, surat pernyataan berisi, antara lain, Hasyim akan memberikan perlindungan kepada CAT seumur hidupnya, termasuk perlindungan/menjaga nama baik dan kesehatan mentalnya. Hasyim juga berjanji akan menelepon/memberikan kabar kepada CAT minimal sekali sehari sepanjang hidupnya. Apabila pernyataan tersebut tidak dapat dipenuhi, Hasyim bersedia membayar denda Rp 4 miliar yang dibayarkan secara dicicil selama empat tahun.
Menurut DKPP, surat pernyataan itu tidak patut dibuat oleh Hasyim. Surat pernyataan itu juga relevan dengan rentetan peristiwa dan dugaan bahwa Hasyim telah menyalahgunakan wewenangnya untuk meyakinkan korban menjalin hubungan pribadi.
Oleh DKPP, sikap dan tindakan Hasyim dinilai menimbulkan konflik kepentingan dengan berupaya menjalin hubungan romantis dengan CAT yang bekerja sebagai penyelenggara pemilu di PPLN Den Haag. Hasyim juga dinilai menggunakan kekuasaan yang dimilikinya sebagai Ketua KPU serta tidak merahasiakan data dan informasi yang dipercayakan kepadanya sebagai Ketua KPU.
DKPP menilai, tindakan dan perlakuan teradu kepada pengadu di luar kewajaran relasi kerja antara atasan dan bawahan. Bahwa dalam batas penalaran yang wajar, tindakan dan perlakuan teradu kepada pengadu menunjukkan tidak hanya sekedar relasi kerja, tetapi ada hubungan khusus yang bersifat pribadi layaknya sepasang kekasih.
Perbuatan-perbuatan Hasyim juga dinilai telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk memenuhi hasrat seksual. Ini juga dianggap sudah menjadi tipologi perilaku yang tidak menjaga kehormatan penyelenggara pemilu. Pola tersebut selain terungkap kasus yang dialami oleh CAT, juga telah terungkap di dalam Putusan Perkara 39-PKE-DKPP/II/2023 dengan Pengadu Hasnaeni, di mana dalam putusan tersebut, Hasyim telah dijatuhi sanksi teguran keras terakhir.
Komisioner Komnas HAM RI selaku Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah menyatakan, terdapat relasi kuasa yang memengaruh hubungan Hasyim dengan CAT. ”Ini merupakan bentuk superioritas teradu selaku atasan terhadap pengadu sebagai bawahan. Pengadu terjebak dalam manipulasi situasi kondisi yang sangat sulit untuk dihindari,” kata Anis.
Atas sanksi itu, Hasyim mengucapkan terima kasih kepada DKPP. Dengan sanksi etik itu, Hasyim merasa terbebas dari tugas-tugas berat sebagai penyelenggara pemilu.
”Saya ingin menyampaikan alhamdulillah dan saya ucapkan terima kasih kepada DKPP yang telah membebaskan saya dari tugas-tugas berat sebagai anggota KPU yang menyelenggarakan pemilu,” kata Hasyim Asy’ari di Kantor KPU, Jakarta Pusat, sesaat setelah DKPP membacakan putusannya.